Rabu, 23 Maret 2016

Materi Kuliah Hukum Acara Perdata : Penyitaan

A.     Pengertian Penyitaan
Sita atau beslaag ialah suatu tindakan hukum oleh hakim yang bersifat eksepsional, atas permohonan salah satu pihak yang bersengketa, untuk mengamankan barang-barang sengketa atau yang menjadi jaminan dari kemungkinan dipindahtangankan, dibebani, seseuatu sebagai jaminan,dirusak atau dimusnahkan oleh pemegang atau pihak yang menguasai barang-barang tersebut untuk menjamin agar putusan hakim nantinya dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Penyitaan ini merupakan tindakan persiapan untuk menjamin dapat dilaksanakannya putusan perdata. Barang-barang yang disita untuk kepentingan kreditur (penggugat) dibekukan ini berarti bahwa barang-barang itu disimpan (diconserveer) untuk jaminan dan tidak boleh dialihkan atau dijual (ps. 197 ayat 9, 199 HIR, 212, 214 Rbg).  Oleh karena itu, penyitaan ini disebut juga sita conservatoir atau sita jaminan.
Dengan adanya penyitaan itu maka debitur atau tergugat kehilangan wewenangnya untuk menguasai barngnya, sehingga dengan demikian tindakan-tindakan debitur atau tergugat untuk mengasingkan atau mengalihkan barang-barang yang disita adalah tidak sah dan merupakan perbuatan pidana (ps. 231, 232 KUHP).
Penyitaan dilakukan oleh Panitera Pengadilan Negeri yang wajib membuat berita acra tentang pekerjaannya itu serta memberitahukan isinya kepada tersita kalau ia hadir. Dalam melakukan pekerjaannya itu panitera dibantu oleh dua orang saksi yang ikut serta menandatangani berita acara (ps. 197 ayat 2, 5 dan 6 HIR, 209 ayat 1 dan 4, 210 Rbg).
Kalau permohonan sita jaminan itu dikabulkan, maka lalu dinyatakan sah dan berharga (van waarde verklaard) dalam putusan, sesudah mana penyitaan itu mempunyai titel eksekutorial, sehingga berubah menjadi sita eksekutorial yang berarti bahwa tuntutan penggugat dapat dilaksanakan.
Sita jaminan ini meliputi seluruh harta kekayaan daripada debitur atau tergugat, tetapi hanya beberapa barang tertentu saja yang dilakukan oleh seorang kreditur.

1.      Tujuan Penyitaan
Sita jaminan bertujuan untuk menjamin hak pemohon sita karena itu juga sita tersebut dinamakan sita jaminan. Dengan kata lain, sita jaminan itu berfungsi untuk menjamin hak-hak penggugat, sehingga dapat dicegah perbuatan yang dapat merugikan penggugat. Dengan denikian, permohonan sita jaminan tidaklah berdiri sendiri. Dengan sita jaminan ini terjadilah pembekuan terhadap harta agar tergugat tidak dapat mengalihkan, yaitu diperjualbelikan, ditukar dengan benda lain, diwariskan maupun dihibahkan.

2.      Syarat-syarat dan Alasan Penyitaan
a.      Syarat Pengajuan Penyitaan.
Penyitaan tidaklah mungkin dapat dilakukan tanpa memenuhi syarat-syarat yang telah ada dan berlaku sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun kecukupan syarat-syarat tidaklah cukup dan sempurna apabila tidak dibarengi dengan adanya alasan-alasan penyitaan. Syarat penyitaan harus melalui adanya permohonan sita kepada hakim. Hakim tentunya akan mempelajari permohonan sita tersebut sesuai dengan tata cara pengajuan permohonan yang berlaku. Syarat penyitaan berdasarkan permohonan sita merupakan hal yang mendasar, sebab hakim tidaklah akan menjatuhkan sita apabila tidak ada inisiatif dari pengugat yang mengajukan permohonan sita.  Sita Berdasarkan Permohonan terdiri dari :
(1)   Permohonan diajukan dalam surat gugatan. Biasanya dalam suatu permohonan sita diajukan bersama-sama didalam surat gugatan. Bentuk dan tatacara pengguna permohonan sita jaminan yang seperti ini lazim dijumpai. Penggugat mengajukan permohonan sita secara tertulis dalam bentuk suratgugatan, sekaligus bersamaan dengan pengajuan gugatan pokok. Pengajuan permohonan sita dalam bentuk ini  tidak dapat dipisahkan dari dalil gugatan pokok. Apabila permohonan sita diajukan bersamaan di dalam gugatan, perumusan permohonan sita di dalam surat gugatan biasanya mengikuti pedomanyang secara sistematis, sebagai berikut :
Ø  Gugatan sita dirumuskan setelah uraian posita atau dalil gugat. Menurut penulis cara yang seperti ini adalah cara yang tepat, perumusan dalil gugat itulahlayak dan tidak layak diajukan permohonan sita, karena dari perumusan dalilgugat beserta penjelasan mengenai uraian fakta dan peristiwa yang mendukungdalil gugat, akan lebih tepat dan lebih mudah dirumuskan permohonan sita sertaalasan kepentingan penyitaan.
Ø  Permintaan pernyataan sah biasanya diajukan pada petitum kedua. Biasanya setelah diuraikan perumusan permohonan sita pada akhir posita gugat, permohonan sita itu dipertegas lagi dalam petitum gugat, yang berisi permintaan kepada pengadilan supaya sita yang diletakkan atas harta sengketa atau hartakekayaan tergugat, dinyatakan sah dan berharga.
(2)   Permohonan terpisah dari pokok perkara. Ada kalanya permohonan sita diajukan terpisah dari pokok perkara, pada bentuk permohonan ini penggugat membuatnya atau menyiapkannya dalam bentuk tersendiri yang terpisah dari gugatan pokok perkara. Disamping gugatan perkara, penggugat dapat mengajukan permohonan sita dalam surat yang lain, bahkan dimungkinkan dan dibolehkan pengajuan permohonan sita tersendiri secara lisan. Namun didalam prakteknya, bentuk permohonan sita tersendiri secara lisan jarang terjadi. Tetapi pada hakekatnya, kelangkaan praktek itu bukan berarti dapat melenyapkan hak  penggugat untuk mengajukan permohonan sita secara lisan. 

b.      Memenuhi tenggang waktu pengajuan sita.
Tenggang waktu pengajuan sita adalah sampai batas waktu kapan permohonan sita dapat diajukan dan kepada instansi pengadilan mana saja pengajuan sita jaminan yang dibenarkan oleh hukum.
Penentuan tenggang waktu pengajuan permohonan sita diatur dalam Pasal 261 ayat 1 Rbg. Memperhatikan kekuatan tersebut selain menentukan tenggang waktu pengajuan sita, namun sekaligus juga mengandung permasalahan tentang instansi tempat pengajuan sita. Menurut ketentuan undang-undang, pengajuan permohonan sita dapat dilakukan :
(1)   Selama putusan belum dijatuhkan atau selama belum berkekuatan hukum tetap.Menurut Pasal 261 ayat 1 Rbg, ketentuan tenggang waktu ini yang dibenarkan karena hukum yaitu selama putusan belum dijatuhkan atau selama putusan belum memperoleh kekuatan hukum tetap. Jadi selama putusan perkara belum diputus oleh hakim atau selama putusan belum mempunyai kekuatan hukum yang tetap, masih terbuka hak dan kesempatan untuk mengajukan permohonan sita.
(2)   Dalam Pasal 261 ayat 1 Rbg ada ketentuan yang berbunyi selama putusan belum dijatuhkan´. Makna dan penafsiran kalimat tersebut menurut penulis terbatas pada ruang lingkup proses pemeriksaan sidang pengadilan negeri.Sehingga jika proses pemeriksaan diinstansi pengadilan negeri masih berlangsung, maka dapat diajukan permohonan sita.
(3)   Atau selama putusan belum dapat dieksekusi.Dalam Pasal 261 ayat 1 Rbg juga memuat ketentuan yang berbunyi selama putusan belum dapat dieksekusi (dilaksanakan)´. Selama putusan belum dapatdilaksanakan mengandung arti yuridis selama putusan yang bersangkutan belummemperoleh kekuatan hukum yang tetap.
Jadi permohonan sita dapat dimohonkan ke pengadilan apabila putusan belum dapat dieksekusi, karena putusan tersebut masih belum berkekuatan hukum tetap yang dapat dibanding maupun dikasasi.

c.       Permohonan sita harus berdasarkan alasan. Permohonan sita yang telah dimohonkan tadi selayaknya disempurnakan dengan adanya alasan sita. Sangat mustahil sekali hakim mau mengabulkan sitaapabila tidak dibarengi dengan suatu alasan sita yang kuat. Mengingat sangat eksepsionalnya sifat sita atau penyitaan, maka hakim harus benar-benar mengamati, memperhatikan, serta menimbang alasan sita tersebut dengan teliti. Jangan sampai permohonan sita itu dikabulkan tanpa mengkaji pengabulan tersebut dengan alasanyang dibenarkan oleh hukum. Memang secara tegas undang-undang memberi hak dan kewenangan kepada hakim untuk menyita harta kekayaan atau harta terpekara milik tergugat sesuai dengan Pasal 261 Rbg jo. Pasal 206 Rbg, namun hakim harus teliti dan cermat di dalam pengabulan terhadap permohonan sita. Ini karena sita sangat eksepsional sekali sifatnya.

3.      Prinsip-prinsip Penyitaan
a.      Merupakan tindakan hukum, artinya tindakan berdasarkan hukum acara perdata sebagai tindakan persiapan, karena belum ada tindakan riil.
b.      Merupakan tindakan hakim, artinya sita jaminan hanya dapat dilakukan karena perintah hakim atas permohonan dari salah satu pihak (penggugat). Yang berhak mengajukan sita jaminan hanya pihak yang bersengketa dan hanya dapat dilakukan jika ada permohonan.
c.       Sita jaminan bersifat eksepsional, artinya sita jaminan di luar pokok perkara, yaitu suatu tindakan yang disertakan dan hanya berkaitan langsung dengan pokok perkara oleh karena itu, sita jaminan sangat tergantung dari putusan mengenai pokok perkara.
d.      Sita jaminan merupakan tindakan persiapan untuk menjamin dilaksanakannya putusan hakim, artinya putusan hakim secara nyata dapat diwujudkan dan tidak menjadi hampa karena barang sengketa rusak, musnah, dipindahtangankan, dan sebagainya.
e.      Sita jaminan bertujuan untuk mengamankan barang-barang sengketa dari kemungkinan dipindahtangankan.dibebani sesuai sebagai jaminan, dirusak atau dimusnahkan, dan untuk menjamin pelaksanaan putusan hakim sebagaimana mestinya, sekiranya tuntutan dalam pokok perkara dikabulkan oleh hakim.

4.      Macam-macam Penyitaan
Dari segi bentuk, dikenal sita revindikatoir (revindicatoir beslaag), sita konservatoir (conservatoir beslaag)dan sita eksekutorial (executorial beslaag). Dilihat dari segi bentuk atau objek, sita konservatoir pada garis besarnya dibedakan atas sita barang bergerak, sita barang tidak bergerak, sita atas kapal laut, dan sita atas kapal terbang. Selain itu, sita jaminan ini dapat juga dikelompokkan sebagai sita jaminan yang tidak hanya diletakkan terhadap barang milik tergugat (sita conservatoir) tetapi juga barang-barang milik penggugat yang ada pada penguasaan tergugat sendiri (sita revindicatoir). Di dalam praktik peradilan dikenal beberapa macam sita, yaitu :
a.      Sita revindicatoir
b.      Sita conservatoir
c.       Sita marital, dan
d.      Sita eksekutorial

Pada prinsipnya semua barang milik debitur, baik bergerak dan tidak bergerak, dapat diletakkan sita jaminan. Pasal 1311 KUHPerdata mengatakan, pada asasnya semua barang bergerak maupun tetap milik debitur menjadi tanggungan untuk suatu perikatan yang bersifat perorangan. Pengecualiannya terutama adalah hak-hak perorangan (pasal 823 dan pasal 827 KUHPdt). Selain itu juga hak untuk mendapatkan ganti kerugian dalam hubungan perburuhan tidak boleh dilakukan sita untuk menjalankan putusan hakim (pasal 34 UU No. 2 Tahun 1952 Jo. UU 33 Tahun 1947). Dalam pembahasan ini sita jaminan dilihat dari bentuk atau objeknya. Pembagian ini sesuai dengan yang dikemukakan Sudikno Mertokusumo bahwa sita jaminan dapat dibedakan atas dua macam, yaitu sita jaminan terhadap barang miliknya sendiri (pemohon = penggugat) dan sita jaminan terhadap barang milik debitur. Sita jaminan terhadap barang miliknya sendiri (pemohon/penggugat) meliputi:
a.      Sita revindicatoir (ps. 226 HIR/ ps 260 RBg)
b.      Sita Marital (ps. 823-823j Rv)

Adapun sita jaminan terhadap barang milik debitur, yang lazim disebut sita conservatoir, barang yang dapat disita secara conservatoir meliputi :
a.      Sita conservatoir atas barang bergerak milik debitur/tergugat (Pasal 227 jo. Pasal 261 jo. 208 Rv);
b.      Sita conservatoir atas barang tetap milik debitur/tergugat (pasal 227, pasal 197,pasal 198, pasal 199 HIR/pasal 208, pasal 214 RBg);
c.       Sita conservatoir atas barang bergerak milik debitur/ berada di tangan pihak ketiga (pasal 728 Rv, Pasal 197 ayat 8 HIR/ pasal 211 RBg);
d.      Sita conservatoir terhadap kreditur/penggugat sendiri (pasal 750 a Rv);
e.      Sita conservatoir atau Pandbeslag (pasal 751-756 Rv);
f.        Sita conservatoir barang debitur orang asing (pasal 757 Rv);
g.      Sita conservatoir atas pesawat terbang (pasal 763-h-763k Rv).

Pembagian ini telah banyak dipakai oleh pakar hukum dan juga oleh Mahkamah Agung. Berdasarkan pembagian tersebut, yang akan dibahas adalah meliputi jaminan yang dapat diletakkan terhadap barang milik penggugat, barang tetap milik debitur, barang bergerak milik debitur, barang bergerak milik debitur yang ada di tangan pihak ketiga, sita gadai, sita atas barang debitur yang tidak mempunyai tempat yang dikenal di indonesia atau orang asung yang bukan penduduk indonesia, barang kreditur, sita atas pesawat terbang dan sita atas milik negara.

B.      Sita Revindicatoir
Pemilik barang bergerak yang barangnya ada di tangan orang lain dapat minta, baik secara lisan maupun tertulis kepada ketua pengadilan negeri di tempat orang yang memegang barang tersebut tinggal, agar barang tersebut disita. Penyitaan ini disebut sita revindicatior.
Yang dapat mengajukan sita revindicatoir ialah setiap pemilik barang bergerak yang barangnya dikuasai oleh orang lain (ps.1977 ayat 2, 1751 BW). Tujuan penyitaan ini agar setiap pemilik barang yang barangnya berada di tangan orang lain dapat mencegah barang miliknya tersebut dialihkan atau diasingkan oleh pihak yang menguasainya. Jika mobil milik A dikuasai oleh B, maka dalam persidangan gugatan perdata, A dapat mengajukan sita revindicatoir atas mobil miliknya tersebut dengan tujuan agar B tidak mengalihkannya. Barang yang dapat disita secara revindicatoir hanyalah berang bergerak, karena barang tidak bergerak seperti misalnya tanah sulit atau jarang sekali untuk dialihkan atau diasingkan.
Selain pemilik barang, orang yang mempunyai hak reklame juga dapat mengajukan sitarevindicatoir. Hak reklame merupakan hak tagih yang dimiliki oleh penjual barang bergerak. Sitarevindicatoir pemilik hak reklame bertujuan agar barangnya yang telah diserahkan tapi belum dibayar dalam suatu transaksi jual-beli dapat diamankan terlebih dahulu agar tidak dialihkan atau diasingkan oleh pembeli.
Untuk mengajukan permohonan sita revindicatoir tidak perlu ada dugaan yang beralasan, bahwa seseorang yang berhutang selama belum dijatuhkan putusan, mencari akal akan menggelapkan atau melarikan barang yang bersangkutan (ps. 227 ayat 1 HIR, 261 ayat 1 Rbg). Oleh karena tidak perlu ada dugaan akan digelapkannya barang bergerak tersebut, maka sudah wajarlah kiranya kalau pihak yang berhutang tidak perlu didengar.
Barang bergerak yang disita harus dibiarkan ada pada pihak tersita untuk disimpannya atau dapat juga barang tersebut disimpan di tempat lain yang patut. Akibat hukum daripada sita revindicatior ini ialah bahwa pemohon atau penyita barang tidak dapat menguasai barang yang telah disita, sebaliknya yang terkena sita dilarang untuk mengasingkannya. Apabila gugatan penggugat dikabulkan, maka dalam dictum putusan, sita revindicatior itu dinyatakan sah dan berharga dan diperintahkan agar barang itu bersangkutan diserahkan kepada penggugat, sedangkan kalau gugatan ditolak, maka sita revindicatoir yang telah dijalankan itu dinyatakan dicabut.

C.      Sita Conservatoir
Sita conservatoir merupakan sita jaminan tehadap barang milik debitur atau tergugat. Sitaconservatoir merupakan tindakan persiapan dari pihak penggugat dalam bentuk permohonan kepada pengadilan, yaitu berupa penjaminan agar dilaksanakannya putusan perdata dengan cara membekukan barang milik tergugat. Barang yang dibekukan tersebut nantinya dapat digunakan untuk melaksanakan putusan pengadilan, misalnya dengan menjual barang yang disita dan uangnya digunakan untuk membayar kewajiban tergugat kepada penggugat sesuai putusan hakim. Terhadap sita conservatoir, tergugat juga dapat mengajukan permohonan kepada hakim agar sita atas barangnya tersebut dicabut. Permohonan pencabutan itu dapat dikabulkan oleh hakim asalkan tergugat dapat menyediakan tanggungan yang mencukupi.
Barang bergerak yang disita harus dibiarkan tetap berada di tangan tergugat untuk disimpannya dan dijaganya, atau dapat juga disimpan di tempat lain, dan tergugat dilarang mengalihkan barang tersebut. Dengan adanya sita conservatoir, tergugat sebagai “pemilik barang” kehilangan kewenangannya atas barang miliknya itu. Selain terhadap barang bergerak, sitaconservatoir juga dapat diajukan atas barang tidak bergerak milik tergugat. Penyitaan atas barang tidak bergerak milik tergugat dilakukan dengan mengumumkan penyitaan barang tidak bergerak tersebut oleh kepala desa setempat di tempat barang itu disita.
Sita conservatoir, juga dapat dilakukan terhadap barang bergerak milik tergugat yang berada di tangan pihak ketiga. Hal ini misalnya terjadi karena tergugat memiliki piutang terhadap seorang pihak ketiga. Untuk menjamin haknya atas pelaksanaan putusan, penggugat dapat melakukan sitaconservatoir atas barang bergerak milik debitur yang di tangan pihak ketiga itu. Sita conservatoir atas barang bergerak milik tergugat yang berada di tangan pihak ketiga disebut juga derdenbeslag yaitu apabila debitur mempunyai piutang kepada pihak ketiga, kreditur yang menjamin haknya dapat melakukan sita conservatoir atas barang yang bergerak milik debitur yang ada pada pihak ketiga tersebut. Kreditur dapat menyita atas dasar akta autentik atau akta di bawah tangan, yakni uang dan barang yang menjadi piutang debitur yang ada pada pihak ketiga. Sita dalam bentuk demikian, dibolehkan dengan sita rangkap (ps. 747 Rv). HIR tidak mengatur derdenbeslag sebagai sita conservatoir tapi sebagai sita eksekutorial.

D.     Sita Marital
Menurut Ny. Retno Wulan Sutantio Sita Marital adalah : Sita yang dimohonkan oleh pihak istri terhadap barang-barang suami, baik yang bergerak maupun tidak bergerak, sebagai jaminan untuk memperoleh bagiannya sehubungan dengan gugatan perceraian, agar supaya selama proses berlangsung barang-barang tersebut jangan dihilangkan oleh suami.
Sita marital bukanlah untuk menjamin suatu tagihan uang atau penyerahan barang, melainkan menjamin agar barang yang disita tidak dijual. Jadi fungsinya adalah untuk melindungi hak pemohon selama pemeriksaan sengketa perceraian di pengadilan berlangsung antara pemohon dan lawannya, dengan menyimpan atau membekukan barang-barang yang disita, agar jangan sampai jatuh di tangan pihak ketiga.
Tujuan Sita Marital sudah jelas yaitu untuk menjamin agar harta perkawinan tetap utuh dan terpelihara sampai perkara mendapat putusan yang berkekuatan hukum tetap.Apalagi,jika selama proses pemeriksaan perkara telah terjadi pemisahan tempat tinggal atas izin hakim, maka semakin besar kemungkinan terancam keutuhan dan pemeliharaan atas harta perkawinan. Misalnya, atas persetujuan hakim istri sudah terpisah tempat tinggalnya selama pemeriksaan perkara berlangsung dan harta perkawinan semuanya di kuasai suami. Hal ini seolah-olah memberi kesempatan kepada suami untuk menjual atau mengelapkan sebagian harta perkawinan. Sebagai upaya menjamin untuk keselamatan, keutuhan harta perkawinan (harta bersama) undang-undang memberi hak kepada isrti untuk mengajukan permohonan sita marital. Sita marital ini mempunyai sumber hukum formil yaitu pasal 215 KUHPerdata undang-undang no.1/1974 jo.PPNo.9/1975 pasal 24(2) huruf c. Yang disita secara maritaal ialah baik barang bergerak dari kesatuan harta kekayaan atau milik istri meupun barang tetap dari kesatuan harta kekayaan.(ps. 823 Rv).

HIR tidak mengenal sita maritaal ini, tetapi seperti yang dapat kita lihat di atas, sita maritaal ini diatur dalam Rv. Di dalam praktek peradilan sekarang ini sita maritaal tidak banyak dimanfaatkan. Sita Marital bertujuan bukan untuk menjamin dilaksanakannya penyerahan barang, melainkan agar barang yang disita tidak dialihkan. Fungsinya untuk melindungi hak pemohon atau penggugat selama pemeriksaan sengketa perceraian berlangsung, yaitu agar harta perkawinan dibekukan terlebih dahulu sampai sengketa percerainnya diputuskan, agar jangan sampai harta perkawian tersebut dialihkan oleh pihak (suami atau istri) yang menguasainya.

B.      Sita Eksekutorial
Sita eksekusi adalah sita yang berhubungan dengan masalah pelaksanaan suatu putusan pengadilan agama karena pihak tergugat tidak mau melaksanakan putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, meskipun pihak pengadilan agama telah memperingatkan pihak tergugat agar putusan pebgadilan agama yang telah berkekuatan hukum tetap itu supaya dilaksanakan oleh tergugat secara sukarela sebagaimana mestinya.sita eksekusi ini biasa dilaksanakan terhadap suatu putusan yang mengharuskan tergugat membayar sejumlah uang.
Berdasarkan pengertian sita eksekusi sebagaimana tersebut di atas, maka sita eksekusi mempunyai ciri-ciri yang berlainan dengan sita jaminan dan sita revindikasi.adapun ciri-cirinya ialah:
1.      Sita eksekusi dilaksanakan setelah putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap dan sebelumnya tidak dilaksanakan sita terhadap barang-barang yang disengketakan.
2.      Tujuan sita eksekusi adalah untukmemenuhi pelaksanaan putusan pengadilan agama dan berakhir dengan tindakan pelelangan.
3.      Hanya terjadi dalamhal-hal yang berkenaan dengan pembayaran sejumlah uang dan ganti rugi.
4.      Kewenangan pemerintah sita eksekusi sepenuhnya berada di tangan ketua pengadilan agama bukan atas perintah ketua majelis hakim.
5.      Dapat dilaksanakan secara berulang-ulang sampai pembayaran atau pelunasan sejumlah uang dan ganti rugi terpenuhi.



Sita eksekusi bertujuan untuk merampas langsung harta kekayaan tergugat untuk segera dijuallelang guna memenuhi pelaksanaan putusan sebagaimana yang telah ditetapkan dalam amar putusan, saat berfungsinya sita eksekusi terhitung mulai putusan pengadilan agama tersebut mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Jadi tidak dipergunakan selam proses pemeriksaan dalampersidangan berlangsung efektifitas fungsi sita eksekusi sebagai upaya paksa pelaksanaan putusan pengadilan agama, terjadi jika pihak tergugat tidak bersedia melaksanakan putusan pengadilan agamasecara sukarela meskipun telah diberikan teguran sebagaimana mestinya. Efektivitas pelaksanaan sita eksekusi dengan sendirinya lumpuh jika pihak tergugat bersedia memenuhi semua isi putusan pengadilan agamaitu secara sukarela(vrijwilig).

1 komentar: